Diduga Ada Transaksi Ilegal Diproses Perizinan Pollux Technopolis

Diduga Ada Transaksi Ilegal Diproses Perizinan Pollux Technopolis


KlikKarawang - Transaksi ilegal senilai Rp1,6 miliar diduga telah terjadi dalam proses pengajuan izin pembangunan kawasan industri terpadu Pollux Technopolis. Uang senilai Rp1,6 miliar hasil transaksi ilegal itu kemudian dibagi-bagi. Pejabat tinggi di Karawang menerima Rp1 miliar, dan sisanya Rp600 juta menjadi jatah sang makelar. 

"Ada transaksi illegal senilai Rp1,6 miliar, dugaannya untuk memuluskan keluarnya Surat Izin Lokasi pembangunan Pollux Technopolis," kata Sekretaris Jenderal LSM Kompak Reformasi Pancajihadi Al-Panji, Jumat (18/1/2019) 

Dari data yang telah dihimpun, kata dia, tanah untuk pembangunan Pollux yang luasnya mencapai 42 hektare telah diajukan izin lokasinya, dikenakan "tarif" Rp4.000 per meter per segi. 

Berawal dari angka Rp4.000 itu, jika dijumlahkan atau dikalikan dengan luas lahan yang akan dibangun, mencapai Rp1,6 miliar. 

"Tarif Rp4.000 ribu per meter itu dikenakan untuk pejabat tinggi di Karawang, berbeda lagi untuk pejabat biasa," ujarnya.

Panji mengaku sudah melaporkan dugaan terjadiny transaksi ilegal senilai Rp1,6 miliar terkait keluarnya izin lokasi pembangunan Pollux Technopolis.

Dalam surat laporan yang ditujukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berisi permohonan digelarnya penyelidikan dugaan adanya beberapa unsur tindak pidana korupsi. Apakah transaksi tersebut masuk ke pemerasan, gratifikasi atau penyuapan yang dilakukan oleh pengusaha dan penyelenggara negara.

Dalam surat bernomor 225/Ad-LKR/I/2019 tertanggal 16 Januari 2019 tersebut juga dilampirkan berupa dokumen petunjuk dan informasi yang mengarah adanya aliran dana tersebut.

"Tentunya kami menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Makanya kami hanya menyebutkan nama makelar dan pejabat tinggi tersebut ke Pimpinan KPK. Biarlah pihak penegak hukum nantinya yang akan menyelidiki kasus ini," ungkapnya.

Selain meminta untuk menyelidiki aliran dana dari transaksi ilegal itu, Panji juga meminta agar KPK dengan segala kewenangannya memantau perijinan berikutnya, bahkan keterlibatan DPRD Karawang yang nantinya akan merubah Perda RTRW yang kemungkinan akan disesuaikan dengan kepentingan Pollux.

"Tentu bila kita berkaca dari daerah lain, perubahan-perubahan (RTRW) inilah yang dimanfaatkan oleh para oknum untuk mendulang rupiah dan berujung ditangkap KPK. Terlebih Pollux ini akan menginvestasikan senilai 50 triliun lebih," jelasnya. 

Selanjutnya, Panji menyesalkan sikap Bupati Karawang yang cenderung pasif menyikapi permasalahan pro-kontra pelanggaran Perda RTRW pembangunan Pollux.

"Harusnya bupati membuat pernyataan akan jaminan kepada investor yang mau berinvestasi di Karawang supaya mengikuti aturan. Walaupun ada yang mesti disesuaikan, ya tempuh mekanismenya," kata dia.