Nadran, Ritual Nelayan Karawang

Nadran, Ritual Nelayan Karawang

KlikKarawang - Masyarakat nelayan di Kabupaten Karawang berada di seluruh wilayah pesisir yang terbagi menjadi 11 Desa di 7 Kecamatan. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan, baik nelayan lokal, maupun nelayan pendatang. Pantai Pakis Jaya terletak di Desa Pakis Jaya, Kecamatan Pakis Jaya, berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.

Bagi para nelayan, mengadakan ritual di laut merupakan sebuah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan mereka. Rangkaian kegiatan dalam ritual di setiap masyarakat pesisir hampir sama, seperti melarung sesajen ke tengah laut, pementasan wayang purwa, ruwatan, dan makan-makan bersama. Tujuan utama dari rangkaian kegiatan ritual masyarakat nelayan adalah sebagai bentuk rasa syukur akan hasil tangkapan laut yang melimpah dan perlindungan dari berbagai halangan dalam proses penangkapan ikan di laut.

Bagi masyarakat nelayan Lampung, Cirebon, Indramayu, Subang, dan Karawang, ritual laut mereka dinamakan Nadran. Kata “Nadran” berasal dari bahasa arab “Nadzar” yang berarti pemenuhan janji, dan “Nadzaran” yang berarti syukuran. Ritual nadran dilakukan sebagai bentuk membersihkan lingkungan tempat tinggal dan laut tempat mereka bekerja dari segala hal yang dipandang kurang baik. Para nelayan akan merasa gelisah ketika bekerja jika belum menyelenggarakan ritual nadran.

Ritual nadran biasanya dilaksanakan pada penghujung musim kemarau untuk mendatangkan musim hujan, atau bertepatan pada 1 Sura kalender Jawa. Walaupun pada kenyataannya, pelaksanaan ritual dapat dilakukan kapan saja, menyesuaikan dengan kesiapan dari masyarakat.

Beberapa minggu sebelum pelaksanaan ritual nadran, para nelayan akan sibuk mempersiapkan perahu mereka masing-masing agar berfungsi dengan baik. Selain itu, para nelayan akan bekerja membuat kapalan, sebuah replika kapal untuk membawa sesajen ke tengah laut. Berbagai jenis makanan akan dipersiapkan sebagai sesajen, mulai dari hasil bumi, tangkapan ikan, ataupun benda-benda lainnya. Salah satu sesajen yang harus ada dalam kapalan adalah kepala kerbau. Jika sampai kepala kerbau tidak ada, para nelayan percaya akan datangnya bencana besar. Kepala kerbau juga melambangkan kekuatan, sehingga dalam pelaksaan ritual, siapa saja yang mendapatkan kepala kerbau akan memperoleh kekuatan dan kesehatan sepanjang tahun ketika sedang melaut.

Ketika hari pelaksanaan ritual, seluruh sesajen yang sebelumnya sudah diberi do’a oleh pawang, akan disimpan di kapalan yang telah dibuat para nelayan. Sebelum diberangkatkan, pawang kembali membacakan do’a yang berisi harapan agar sesajen dimakan oleh semua penghuni laut. Setelah itu sesajen disusun di kapalan, dimulai dari kepala kerbau, air kembang, darah dalam tempayan, jeroan serta isinya, kemenyan dalam anglo, kemudian nasi dalam bakul dan terakhir tampah yang berisi banyak sesajen.
Kapalan mulai bergerak ditarik perahu menuju tengah laut, sambil diikuti puluhan perahu nelayan di belakangnya. Perahu-perahu nelayan itu akan terus mengapit kapalan hingga kedalaman yang sudah ditentukan dalam ritual. Setelah sampai, nelayan-nelayan yang sudah mengelilingi kapalan langsung melompat ke atas kapalan untuk berebut sesajen. Mereka akan mengerahkan tenaga mereka untuk mendapatkan sesajen utama, terutama kepala kerbau dan darah, yang jika berhasil didapatkan darah tersebut akan dimandikan dibeberapa bagian perahu nelayan.